Sepenggal Kisah dari Negeri Sakura

Gempa besar berpusat di dekat Sendai, Jepang, hari Jumat lalu. Tepat di hari gempa, transportasi kereta rel listrik (KRL) di seantero Tokyo lumpuh sehingga masyarakat harus menumpang bus atau berjalan kaki sampai rumah hingga berjam-jam. Tapi tetap saja …kita bisa melihat antrian -ya, antrian!- orang naik bus, hingga berkilometer-kilometer panjangnya.

Setelah disusul oleh ledakan di gedung reaktor PLTN Fukushima dan pemadaman sebagian PLTN sehingga pasokan listrik berkurang, tingkat keresahan mulai meningkat.

Pada hari Minggu, dua hari setelah gempa, antrian di supermarket semakin memanjang, begitu pula di toko-toko beras. Tapi tetap saja orang Jepang hanya membeli barang seperlunya, tidak ada yang berlebihan. Begitu pula di toko-toko dekat Sendai yang paling parah terkena gempa, tidak dilaporkan adanya kerusuhan berebut bahan pangan.Yang menakjubkan adalah toko-toko memberikan diskon untuk sebagian barang agar masyarakat dapat membeli. Untuk orang yang pelit sekalipun, diskon untuk barang-barang tertentu tetap diberikan, meski sebetulnya jika dinaikkan pun, masyarakat akan tetap (terpaksa) membeli.  

Perdana Menteri Jepang hari Minggu mengajak warganya untuk bersama berbagi listrik dengan pemadaman bergilir. Mulai hari itu banyak rumah mengurangi pemakaian lampu, toko-toko juga mengurangi pemakaian lampu hingga setengahnya, dan banyak kantor yang diliburkan. Warga jepang, di lain pihak, menggenjot pemakaian listrik rumah sebelum jadwal pemadaman dengan menyalakan pemanas secara maksimum untuk menghangatkan rumah, dan menyimpan air panas untuk mandi anak-anak mereka satu bak besar…semua dipersiapkan, tidak ada kata mengeluhkan kebijakan pemerintah jepang.

Hal-hal seperti ini yang menunjukkan “isi” bangsa di negeri sakura. Meski dalam keadaan susah, masih banyak pihak yang punya “kuasa” tidak menggunakan kekuasaannya untuk menguntungkan diri sendiri, apalagi korupsi..sangat jauh dari jepang. Meski dalam keadaan sulit, mereka masih mau menunggu dan berbagi, tidak menimbun untuk diri sendiri. Ya kita lihat jika keadaan semakin memburuk.   Semoga ini bisa jadi cerminan kita semua: di saat sulit, bersabar itu harus, namun berbagi sangatlah penting.  

Sahabat saya bilang bahwa ini adalah saat yang tepat untuk dekat dengan Sang Pencipta. Namun mungkin karena kedekatan kita dengan Sang Pencipta jualah yang menyebabkan kita menjadi lebih panik dibandingkan orang Jepang saat bencana mulai terjadi. Kenapa? Karena kita tahu apa yang akan terjadi setelah mati, mungkin..    

PS: kantong plastik sampah di toko-toko terjual habis! di saat bencana bukannya mikir makanan, malah mikir gimana buang sampah yang baik dan benar… Hanya sekelumit cerita di Tokyo barat yang relatif jauh dari bencana. Di daerah yang berdekatan dengan pusat gempa, mungkin muncul fenomena yang berbeda. Apapun itu, satu hal yang mungkin bisa jadi renungan bersama, Negara semaju jepang pun menyerah jika dihadapkan pada satu hal “BENCANA”! maka nikmat Tuhanmu yang mana  yang akan engkau dustakan??? Sungguh bumi ini sudah sangat tua, sepintar apapun professor kini mengeluh jika dihadapkan pada iklim yang tak menentu….

semua kekuasaan Tuhan, Fabiayyi ‘ala irobbikuma tukadziban… Nikmat Tuhanmu yang mana yg engkau dustakan???… marilah senantiasa berdoa dan berusaha menjaga bumi ini sebelum bencana melanda..salam cinta hijaukan dunia…Go Green!!

Repost dari FBnote 17 Maret 2011.

Leave a comment